Surabaya-Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) merupakan konsep
penyelenggaraan perguruan tinggi dengan otonom yang lebih luas. Terdapat empat klaster
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, yaitu PTN Badan Layanan Umum (BLU), PTN
Badan Hukum (BH), PTN Satuan Kerja (Satker), dan PTN Baru. Setiap klaster tersebut
memiliki sistem tata Kelola Perguruan Tinggi yang berbeda. Saat ini, sistem tata Kelola yang
paling banyak mendapat perhatian adalah PTN BH. Dalam Magna Charta Universitatum,
otonomi adalah keseluruhan kemampuan institusi untuk mencapai misinya berdasarkan
pilihannya sendiri. Otonomi universitas dijalankan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan nirlaba. Otonomi dan akuntabilitas adalah dua sisi koin yang sama. Akuntabilitas
membuat perguran tinggi mampu untuk meregulasi kebebasan yang dimilikinya dengan cara
yang otonom. Akan tetapi, proses menuju otonomi bukanlah hal yang mudah, karena
implementasinya membutuhkan perubahan sikap mental yang cukup drastis, yaitu
bertanggung jawab untuk bisa mandiri, kerja keras, dan kesadaran, bahwa jalan yang
ditempuh akan panjang dan berliku serta mengandung risiko.
Dasar hukum dalam pelaksanaan Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH)
adalah UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dalam UU tersebut dijelaskan
bahwa PTN BH merupakan salah satu kategori kekayaan negara yang dipisahkan, kategori ini
sama halnya dengan status yang dimiliki oleh Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang
merupakan salah satu bentuk kekayaan negara yang dipisahkan, tujuan dari pemisahan
tersebut adalah Perguruan Tinggi dapat berjalan secara mandiri untuk melakukan pengelolaan
keuangan. Hasil yang terjadi akibat Perguruan Tinggi berstatus PTN BH adalah Perguruan
Tinggi dapat membentuk sebuah badan usaha dan dapat membuat MOU dengan beberapa
badan usaha yang memberikan benefit terhadap perkembangan Perguruan Tinggi. Sedangkan
mekanisme pendanaan Perguruan Tinggi Berbadan Hukum didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Pasal 20 ayat (1) yang berbunyi
“Pemimpin PTN BH menyusun laporan kinerja dan laporan keuangan PTN BH pada setiap
tahun anggaran untuk disampaikan kepada majelis wali amanat, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan”.
Adapun resiko yang akan di rasakan oleh mahasiswa akibat adanya kebijakan
Perguruan Tinggi untuk menjadi PTN BH adalah momok otoritas perguruan tinggi yang
ditakutkan akan berbuat semena-mena terhadap wewenang yang seharusnya diperoleh oleh
para mahasiswa. Salah satunya akan terjadi dalam bentuk komersalisasi Pendidikan yang
berdampak pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa, serta kenaikan uang SPI
(Sumbangan Pembangunan Institusi) pada mahasiswa baru yang tentu saja akan
memberatkan para mahasiswa. Dengan peningkatan biaya kuliah seolah membuat perguruan
tinggi PTN BH tidak lagi berpihak pada masyarakat golongan ekonomi bawah yang ingin
menempuh Pendidikan tinggi dan terkesan cenderung berpihak kepada golongan ekonomi
menengah atas. Pengelolaan keuangan secara mandiri akan memiliki efek negatif, yang mana
kesempatan itu akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai
bentuk kepentingan pribadi. Dimana akhirnya semua orang yang ada di PTN BH akan
berlomba-lomba untuk menjadi petinggi.
Alangkah lebih baiknya jika permasalahan yang ada di dalam organ Perguruan Tinggi
dapat terselesaikan terlebih dahulu, seperti halnya permasalahan sarana prasana, transparansi,
akuntabilitas dan lainnya. Sebelum perubahan status Perguruan Tinggi menjadi Perguruan
Tinggi Berbadan Hukum menjadi tujuan dari sebuah lembaga, hal ini tentu saja bertujuan
guna menunjang kualitas akademik maupun non akademik yang semakin baik. Oleh karena
itu, diperlukan kesiapan yang matang untuk mengelola sebuah perguruan tinggi dengan
sistem PTN BH. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh PTN agar bisa
menyandang status tersebut. syarat-syarat tersebut merupakan tuntutan kualitas bagi PTN
sebelum dianggap siap menjadi PTN BH. Akan tetapi, di sisi lain juga sebagian besar PTN di
Indonesia belum bisa memenuhi kualifikasi persyaratan tersebut, sehingga ambisi untuk
menerapkan sistem PTN BH dalam Peguruan Tinggi diperlukan waktu serta proses yang
tepat.
Daftar Pustaka
[1] Ramadhan, F. 2O20. PTNBH dan Ketidakmampuannya Memanfaatkan Pendanaan
Alternatif. Dapat diakses melalui link https://www.economica.id/2020/11/24/ptnbh-dan-
ketidakmampuannya-memanfaatkan-pendanaan-alternatif/. Diakses pada 10 Februari
2022.
[2] https://manunggal.undip.ac.id/. Upaya Berliku di Balik Status PTN BH. Dapat diakses
melalui link https://manunggal.undip.ac.id/upaya-berliku-di-balik-status-ptn-bh/ .
Diakses pada 10 Februari 2022.
[3] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Bentuk dan Mekanisme
Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum.
[4] Perspektif LSO FISIP UB. 2018. Masalah Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan PTN-BH.
Dapat diakses melalui link https://lpmperspektif.com/2018/10/26/masalah-dasar-hukum-
pengelolaan-keuangan-ptn-bh. Diakses pada 10 Februari 2022.