Iklan

Banner Iklan Majalah Nusantara

TAPERA (Tabungan perumahan rakyat). Solusi atau Lubang Baru Permasalahan?

 


Baru baru ini pemerintahan presiden Jokowi membuat aturan mengenai TAPERA (Tabungan perumahan rakyat). Lewat aturan pemerintah No. 4 Tahun 2016 terkait pendukungan Masyarakat untuk memiliki sebuah rumah. Pemerintah ,menghadirkan program tersebut guna mengoptimalisasi  dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan mendorong perekonomian nasional, serta lebih terbuka dan akuntabel, dengan syarat pakerja yang gajinya diatas UMR akan di potong 3% guna untuk iuaran program tapera tersebut. Namun hadirnya tapera ini menuai konflik dimata Masyarakat Indonesia. Tapera dirasa masyarakat manambah beban para pekerja  yang memiliki gaji diatas UMR. bahkan hadirnya TAPERA ini mendapatkan kritikan besar oleh Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar. Menurutnya hadirnya TAPERA ini sebagai Langkah licik pemerintahan untuk mengambil uang rakyat, serta rentan menerpa kejadian ulang seperti kasus progam jaminan sosial di Asabri, Jiwasraya, dan Taspen. (BBC NEWS Indonesia 2024). 

Sejauh pengamatan penulis hadirnya TAPERA ini bukan menjadi Solusi yang tepat untuk mensejahterakan para pekerja, gaji para pekerja harus di potong 3%, bayangkan saja semisal ada karyawan yang di gaji 10 juta lalu dipotong pajak penghasilan atau biasa .disebut dengan PPh 21sebesar 2% BPJS Kesehatan 1% BPJS ketenagakerjaan 2% jaminan hari tua 1% terus bakal nambah TAPERA 2,5%. Upah merupakan komponen penting yang harus diberikan pengusaha kepada pekerja sebagai timbal balik dari produktivitas kerja yang dihasilkan. Pemberian upah ini harus berstandar layak agar para pekerja dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Di lain pihak upah juga mendorong kemajuan ekonomi serta inflasi negara. Namun kenyataan di lapangan banyak di temui para pakerja kekurangan gizi dan tidak bisa memenuhi kebutuhan atas gajinya yang di dapat, alhasil mereka benyak yang mogok kerja. Tapera membawa efek fragmentatif, degratatif, diskriminatif, dan eksploitatif terhadap para pekerja ditengah semakin lemahnya kopetensi.

Dalam ranah hukum Tapera ini justru bertabrakan dengan UU No. 25 tahun 1997 tantang kesejahteraan pekerja dan jaminan sosial, yang mana dalam UU No. 25 tahun 1997 dijelaskan pada pasal 1 ayat 23 yang mana berbunyi “Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya”. 

Menteri PUPR dan Ketua Komite BP Tapera, Basuki Hadimuljono, menyoroti isu sensitif terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Mengakui kesalahan dan kekurangan dalam sebuah program adalah langkah yang penting untuk perbaikan di masa depan. Basuki Hadimuljono tampaknya menggarisbawahi kekhawatirannya terhadap aspek keuangan dan regulasi yang mendasari Tapera. Mengutip pengucapannya tentang dana APBN yang telah dialokasikan untuk program-program sejenis, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), ia mencoba memberikan konteks tentang potensi dana yang dapat terkumpul dari Tapera dalam jangka waktu tertentu.

Kritiknya terhadap aturan main Tapera yang terkesan tergesa-gesa menandakan bahwa perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap implementasi dan efektivitas program tersebut. Jika Tapera bertujuan untuk menjadi sumber dana yang signifikan untuk pembiayaan perumahan bagi masyarakat, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa mekanisme pengelolaan dan partisipasi masyarakat dalam program tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Pernyataan Basuki Hadimuljono juga menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam bidang perumahan dan pembiayaan perlu diarahkan secara hati-hati dan berkelanjutan, dengan memperhatikan dampaknya terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk pegawai yang gaji mereka dipotong untuk iuran Tapera.

Tuntutan kelompok buruh terhadap pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menyoroti kekhawatiran mereka terhadap dampak potongan pendapatan yang signifikan akibat dari kebijakan tersebut. Pernyataan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mencerminkan ketidakpuasan yang dirasakan oleh buruh atas akumulasi potongan pendapatan mereka, yang dianggap sudah terlalu tinggi.

Pernyataan Said Iqbal menggambarkan bagaimana potongan-potongan tersebut, termasuk yang berasal dari Tapera, menambah beban finansial bagi buruh. Dengan total potongan yang mendekati 12% dari pendapatan mereka, buruh merasa bahwa ini merupakan beban tambahan yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Tuntutan untuk mencabut PP Tapera menunjukkan bahwa buruh ingin pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini, mungkin dengan mencari alternatif yang lebih sesuai atau memberikan kelonggaran dalam pembayaran iuran. Ini juga menggarisbawahi pentingnya dialog antara pemerintah dan kelompok buruh untuk mencapai kesepakatan yang memadai bagi semua pihak yang terlibat.

Debat mengenai efektivitas program Tapera memang sangat relevan mengingat kompleksitas isu perumahan di Indonesia. Beberapa faktor yang Anda sebutkan menjadi poin penting dalam mengevaluasi keberhasilan dan keberlanjutan program tersebut.

Pendanaan dan Partisipasi: Partisipasi yang luas dari berbagai sektor pekerjaan menjadi kunci keberhasilan Tapera. Dengan adanya kontribusi yang konsisten dari semua pihak, dana yang terkumpul dapat menjadi sumber pembiayaan yang signifikan untuk program perumahan.

Manajemen dan Transparansi: Pengelolaan dana yang baik akan memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa dana mereka dikelola dengan efisien dan transparan. Ini juga membantu dalam meminimalkan risiko penyalahgunaan dana.

Distribusi dan Keadilan: Poin ini penting untuk memastikan bahwa manfaat program Tapera tersebar secara merata di seluruh masyarakat, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Upaya untuk memastikan distribusi yang adil harus menjadi fokus dalam pelaksanaan program.

Kesesuaian dengan Kebutuhan: Penting bagi program Tapera untuk menyediakan perumahan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakat. Ini mencakup aspek lokasi, ukuran, dan harga perumahan yang dapat diakses oleh berbagai kelompok masyarakat.

Kritik terhadap program Tapera, seperti beban tambahan bagi pekerja dan ketidakadilan dalam distribusi, memang perlu diperhatikan secara serius. Namun, pendukung program ini meyakini bahwa dengan manajemen yang tepat, Tapera dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengatasi masalah perumahan di Indonesia. Evaluasi terus-menerus serta penyesuaian kebijakan yang sesuai dengan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat adalah kunci dalam meningkatkan efektivitas dan dampak positif program Tapera.

Dalam praktiknya, TAPERA ini diperuntukkan untuk para pegawai negeri sipil atau yang biasa dikenal dengan PNS. Para pegawai instansi pemerintahan ini diwacanakan akan dipotong gajinya untuk ditabung guna pembayaran hunian perumahan rakyat. Penulis merasa TAPERA bukanlah sebuah solusi konkrit yang akan dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat berkaitan dengan hunian perumahan. Kebijakan ini harus dipertimbangkan matang-matang sebelum diputuskan, karena mengingat akan sangat rawan sekali dengan korupsi apalagi berkaitan dengan pemotongan gaji para pegawai. Pemerintah selaku stakeholder tertinggi diharapkan mampu dengan serius dan teliti dalam melakukan pengawasan keuangan terkait uang yang digunakan dalam TAPERA.

Top of FormBottom of Form

Previous Post Next Post

Iklan Atas Postingan

Iklan Bawah Postingan

Banner Iklan Majalah Nusantara