Iklan

Banner Iklan Majalah Nusantara

Opini: BUMDes Sebagi Pilar Pembangunan Desa

Oleh : Abdulloh Kafabih, S.EI,. MS.E*

Spirit pembangunan daerah khususnya lokasi pedesaan di Indonesia mulai diwujudkan oleh pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan. Berbagai skema telah dilakukan untuk membenahi dan memajukan ekonomi desa, diawali Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa UU No. 6 Tahun 2014. Yang kemudian disusul dengan keluarnya peraturan turunan, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri, maupun Peraturan Daerah. Diantaranya PP No. 43 Tahun 2014, PP No. 60 tentang dana desa, Peraturan Menteri Desa PDTT No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa, dan SKB Tiga Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Desa PDTT) tentang penggunaan dana desa, serta 18 Peraturan Menteri terkait pembangunan desa.
Melimpahnya regulasi tentang desa dalam tiga tahun terakhir merupakan indikasi keseriusan pemerintah dalam mengawal pembangunan desa. Inti utama dari kebijakan UU No 6 Tahun 2014 adalah diakuinya desa sebagai daerah otonom. Salah satu konsekuensi dari otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal yang dilakukan dengan menempatkan motor penggerak pembangunan pada tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, yakni pemerintah desa. Peraturan ini mengatur bahwa desa yang sekarang sudah bisa aktif turut membangun, perlu disokong dengan dana. Sumber pendapatan desa selain berasal dari Pendapatan Asli Desa, juga didapatkan tambahan Alokasi dari APBN dalam belanja transfer ke desa (Dana Desa), serta Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota (PP No. 43 Tahun 2014 pasal 1). Artinya, dana desa ataupun alokasi dana desa diadakan dengan dua cita-cita: pemerintah desa lebih bisa sanggup melayani kebutuhan warga, sekaligus warganya lebih aktif berinisiatif dan berkontribusi.
Desa menjadi pusat perhatian pembangunan oleh pemerintah Indonesia. Permasalahan di pedesaan adalah tingkat kemiskinan di pedesaan yang semakin naik dari tahun ke tahun, hal ini menjadikan pemerintah lebih proaktif membenahi permasalahan kemiskinan di desa. Tingkat kemiskinan di desa pada September 2014 yakni 13,76 persen, pada September 2015 menjadi 14,09 persen lalu naik menjadi 14,11 persen pada tahun 2016 (BPS, 2016). Salah satu upaya Pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan di desa dengan menata regulasi hingga tigkat pemerintahan terbawah, dan mendorong kelembagaan ekonomi desa yakni pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa/BUMDes). BUM Desa diharapkan dapat membangun kemandirian desa, dan  mengembangkan  potensi asli desa melalui unit usaha yang dibentuk dan dikelola secara profesional. Jika kita melihat data kemiskinan nasional maka 60% diantara penduduk miskin berada di pedesaan, solusi sederhana yang diciptakan oleh masyarakat adalah dengan berpindah dari desa menuju perkotaan. Namun strategi  ini menyebabkan ketimpangan ekonomi desa dan kota akan semakin tinggi. Maka diperlukan langkah yang tepat untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara komprehensif (Todaro:1997), adalah sebagai berikut :
  1. Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa dan kota
Tujuan pembangunan BUMDes agar desa tak lagi menjadi sapi perah untuk proses pembangunan ekonomi perkotaan, sudah saatnya desa menjadi motor penggerak perekonomian bagi masyarakat. Perluasan industri kecil padat karya akan meningkatkan kesempatan kerja sehingga dapat memutus rantai kemiskinan di desa.
  1. Pemilihan teknologi padat karya yang tepat
Salah satu potensi besar yang dimiliki oleh Rakyat Indonesia yaitu bonus demografi,  yang berkorelasi dengan semakin banyaknya tenaga kerja produktif. Maka potensi ini harus dimanfaatkan secara maksimal. Pemilihan teknologi yang bersifat padat karya akan dapat menyerap tenaga kerja produktif agar tidak terjadi migrasi penduduk yang berketerampilan tinggi dari desa ke kota.
  1. Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja
Penggunaan dana desa dan alokasi dana desa selain digunakan untuk pembangunan infrastruktur dapat digunakan untuk meningkatkan industri kecil menengah. Selain itu penempatan  BUMDes sebagai  pelopor one village one company, akan dapat memunculkan peluang kerja baru bagi masyarakat desa. Produk yang dapat dikelola dan dimaksimalkan dari potensi desa diantaranya yaitu sektor pariwisata, pertanian, perikanan dan perkebunan. Jika memang  tidak ada potensi desa yang dapat dimaksimalkan  maka penduduk dapat difasilitasi untuk mengerjakan kerajinan, retail dan industri kecil di sekitarnya. Maka perlu adanya pelatihan dan  pendampingan bagi masyarakat.
Sebagai salah satu  contoh sukses dari pengelolaan BUMDes adalah Panggungharjo. Terbentuknya Bumdes ini akibat persoalan sampah dan limbah di Desa Panggungharjo yang kian hari kian meningkat saja di tambah tidak sadarnya masyarakat desa dalam membuang limbah minyak goreng ke sungai sehingga mencemari kawasan sekitar.
Tetapi semenjak Bumdes ini terbentuk di tahun 2014 masalah tersebut bisa teratasi. Walaupun masih ada,tapi tidak sebanyak dahulu. Selain mengolah limbah minyak jelantah, ternyata masih ada unit usaha lainya seperti Argo Energi, Swalayan Desa (Minimarket Desa ) dan Edu Tourim ( Restoran-Kampung Wisata ).Dan luar biasanya,pada tahun 2016 Bumdes ini mampung mengantongi keuntungan kotor sampai 1,5 Miliar dan mampu menghasilkan limbah minyak sampai 3.000 liter/bulan dari warganya. (Sumber, updesa.com)
Terkait manajemen dan  mentoring,  memang pemerintah desa bersama dengan BUMDes dapat melibatkan  pengusaha di sekitar desa, HIPMI maupun BUMN. Para profesional dapat dilibatkan dalam proses pendampingan bisnis sehingga dapat mengetahui secara pasti permasalahan bisnis yang terjadi di sekitarnya. Sedangkan untuk urusan manajemen dan tenaga kerja kelompok milenial dan  fresh graduate adalah subjek utama yang harus digandeng oleh pemerintah desa. Integrasi keilmuan dan pengalaman bekerja akan mampu meningkatkan profesionalitas kerja serta kualitas produk yang dihasilkan.
Selain itu permasalahan mendasar yang sering dikeluhkan oleh masyarakat yakni  terkait akses permodalan. Pemerintah desa dan BUMDes dapat menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah, akses kemitraan/CSR serta perbankan. BUMDes dalam pemasaran produknya bisa menjalin kerjasama dengan forum jual beli (off-takers), selain itu yang tak dapat dipungkiri adalah peranan digital commerce, seperti bukalapak, shoppee, tokopedia dsb.
Sudah sepatutnya gelontoran dana triliunan rupiah dari pemerintah dapat mewujudkan pelayan  yang  prima  bagi warga masyarakatnya. Pemerintah juga perlu mendorong peran aktif dari warga masyarakat dalam memajukan perekonomian desa, sehingga semua elemen masyarakat dapat menikmati hasil kesejahteraan. Maka dengan didukung dengan regulasi serta manajemen yang terkelola dengan baik, perekonomian desa yang akan menjadi tonggak kemajuan bagi perekonomian nasional.

*)Aktif sebagai pendidik di Rumah Belajar Pandawa, dan DLB UIN Sunan Ampel Surabaya.
Previous Post Next Post

Iklan Atas Postingan

Iklan Bawah Postingan

Banner Iklan Majalah Nusantara