GMNI Minta Pemerintah Daerah Menindaklanjuti Segala Aspirasi Rakyat Banyuwangi Terkait Pengalihan Fungsi Hutan Tumpang Pitu
Banyuangi-Berdasarkan kajian dan
data yang telah diperoleh terkait adanya segala keresahan aktivitas perubahan status hutan lindung
menjadi hutan produksi di kawasan hutan Tumpang Pitu, Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Banyuwangi menyampaikan aspirasi pada
masyarakat terkait beberapa faktor kronologis, sistem perijinan, dan kerugian
dampak
sosial - ekonomi akibat
pertambangan.
Menurut Made Bryan Pasek M. Selaku Ketua
GMNI Banyuangi sesuai semangat cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 serta
perwujudan pelaksanaan reforma agraria, sebagai upaya prioritas pemerintah untuk
mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Maka, UUPA 1960 sebagai
penjabaran dari UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi “Tanah air dan
seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat“. “Ini harus menjadi landasan
hukum dalam mengelola kekayaan sumber daya alam yang tidak merugikan
rakyat” tegasnya.
Lanjut Made “Secara singkat dinamika
penolakan pertambangan di kawasan Hutan Tumpang Pitu oleh masyarakat desa
Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi per tahun 2006 dimulai
sejak masuknya perusahaan tambang PT. Indo Multi Niaga (IMN) hingga kini ijin
operasi pengelolaan oleh PT. Bumi Sukses Indo (BSI) ditemukan beberapa
kejanggalan yang menyebabkan perusakan lahan dampak dari target kapasitas
produksi sebesar 36juta ton per tahun dengan menggunakan alih fungsi lahan
seluas 1.952 hektar sehingga patut dipertanyakan turunnya perijinan pertambangan
tanpa memperdulikan kebutuhan rakyat”.
Lebih lanjut, Made mempertanyakan
peroses izin dalam pengalihan fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi
sebagai obyek vital nasional (obvitnas) yang tentu perlu memperhatikan beberapa
prosedur berpayung hukum yang harus dilalui dengan mempertimbangkan pula
dampak-dampak sosial masyarakat. Namun faktanya, banyak kebijakan-kebijakan
yang berseberangan dan justru merugikan rakyat sehingga lebih bersifat menambah
konflik sosial baru di masyarakat, sementara izin pertambangan yang dikeluarkan
oleh pemerintah tidak pernah melibatkan warga secara langsung.
Dengan semboyan “JENGGIRAT TANGI
LAWAN TAMBANG” GMNI Banyuwangi meminta pemerintah daerah agar menindaklanjuti segala
aspirasi rakyat Banyuwangi untuk kelangsungan hidup bagi generasi mendatang.
“kami bersama masyarakat Banyuwangi MENOLAK
segala aktivitas
pertambangan di
kawasan Hutan Tumpang Pitu dan segera MENCABUT : SK Menteri Lingkungan
Hidup RI
Tentang Fungsi Pokok Kawasan Hutan Lindung, Izin Prinsip Pinjam Pakai Kawasan
Hutan (IPPKH),
SK Bupati Banyuwangi Tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan
Operasi
Produksi kepada PT. BSI untuk mengembalikan fungsi hutan menjadi hutan lindung.
Gerakan moril ini adalah bentuk dari
proses kesadaran kita semua sebagai pewaris tanah Bumi
Blambangan dan jangan sampai
kepentingan sesaat para pemangku kebijakan nanti bisa berakibat
fatal
untuk rakyat Banyuwangi” Pintanya.
Dihubungi
terpisah Ketua Korda GMNI jatim Dendy Seiawan dalam hal ini Koordinator Daerah
GMNI jatim mendukung penuh aspirasi tersebut. “Korda GMNI Jatim kosisten
mengawal setiap kebijakan terutama dalam konteks agraria” Tegas Dendy.