Penulis : Maya Anita
Awal tahun ini Indonesia dihebohkan dengan berita viral mengenai sejumlah warga desa di Kabupaten Tuban yang mendadak menjadi miliarder setelah mendapat ganti rugi pembebasan tanah. Warga yang tanahnya terdampak pembebasan lahan proyek kilang minyak tersebut memperoleh nominal fantasis dari PT Pertamina (Persero). Sebagian besar lahan yang dilepas warga berupa sawah dan lahan kosong dengan kisaran harga 600-800 ribu rupiah per meter persegi.
Sementara itu, beberapa waktu lalu KPK melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Malang melelang tanah dan bangunan milik mantan Wali Kota Madiun, Bambang Irianto. Pelaksanaan lelang eksekusi barang rampasan tersebut didasarkan pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nomor: 53/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Sby tanggal 22 Agustus 2017 yang berkekuatan hukum tetap. Tanah dan bangunan seluas 105 meter persegi itu ditawarkan secara daring (e-auction) menggunakan metode close bidding dengan harga limit Rp532.856.000,00.
Lantas, bagaimana cara menentukan nilai ganti rugi pembebasan tanah yang diberikan oleh PT Pertamina (Persero) dan nilai limit lelang barang sitaan?
Mengutip dari laman resmi pertamina.com, perusahaan tersebut menyatakan telah mengikuti prosedur ganti rugi sesuai ketentuan. PT Pertamina (Persero) menunjuk KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) untuk melakukan penilaian terhadap lahan yang akan diambil alih. Hasil dari proses penilaian lahan yang dilakukan oleh tim penilai KJPP tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
Terkait penentuan nilai limit lelang barang sitaan KPK, pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 8 disebutkan, nilai limit benda sitaan yang akan dilelang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian. Kegiatan penilaian sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.
Penilai Pemerintah merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatan di bidang penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Penilai Publik adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan penilaian dan telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 228/PMK.01/2019 . Penilaian yang dijalankan oleh kedua jenis penilai tersebut dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek penilaian sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.
Dua unsur yang melekat dalam definisi penilaian di atas adalah opini dan nilai. Dalam hal ini, opini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh seorang penilai tentang objek yang dinilai. Opini dekat dengan subjektivitas, sehingga hasil akhir dari proses penilaian dapat berbeda antara satu penilai dengan penilai lainnya. Namun demikian, opini yang disampaikan oleh penilai bukanlah suatu pendapat tanpa dasar. Opini dalam kegiatan penilaian merupakan hasil dari analisis penilai atas faktor-faktor yang mempengaruhi objek penilaian. Contohnya, saat melakukan penilaian atas objek berupa rumah sitaan seorrang penilai akan mempertimbangkan beberapa faktor seperti aksesibilitas, jarak objek dengan sarana pendidikan, kesehatan, dan pusat kegiatan ekonomi, maupun faktor lain seperti bentuk tanah (persegi, segitiga, atau tidak beraturan), posisi tanah (di tengah, ujung, sudut, atau tusuk sate), kondisi bangunan (baru atau renovasi), dan sebagainya.
Sedangkan nilai dalam kegiatan penilaian diartikan sebagai suatu besaran (biasanya diukur berdasarkan derajat moneter) yang pantas dibayarkan oleh seorang pembeli kepada penjual pada sebuah transaksi yang telah disepakati dan memenuhi asas kepantasan atau kewajaran. Agar asas ini terpenuhi, maka transaksi tersebut harus dilakukan oleh dua pihak tanpa ada paksaan, terjadi tawar menawar, objek transaksi dapat diidentifikasi dengan jelas, harga tidak berfluktuasi secara ekstrem, dan tidak ada hubungan istimewa.
Tahapan proses penilaian terdiri atas beberapa langkah sistematis, seperti identifikasi masalah, melakukan survei pendahuluan, memilih metode pengumpulan data, memilah data, menganalisis data yang terkumpul, lalu menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk estimasi nilai. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut, salah satu poin krusial adalah pemilihan jenis pendekatan penilaian yang akan digunakan.
Terdapat tiga jenis pendekatan penilaian yang lazim digunakan, yakni pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan. Pendekatan data pasar dilakukan dengan membandingkan data objek yang dinilai dengan data objek lain yang sebanding dan sejenis yang sedang ditawarkan di pasar atau telah diperjualbelikan. Contoh, untuk menilai besarnya ganti rugi pembebasan tanah persawahan, tim penilai mengumpulkan data pembanding berupa data penjualan atau penawaran tanah persawahan di lokasi terdekat.
Pendekatan biaya dilakukan dengan cara menghitung biaya pembuatan atau penggantian baru setelah dikurangi dengan tingkat penyusutan. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menghitung kewajaran biaya pembangunan atau menghitung nilai properti yang tidak ditemukan data pembandingnya di pasar. Misalnya, pendekatan ini dapat digunakan untuk menentukan nilai limit lelang sebuah aset properti berupa tanah dan bangunan.
Sedangkan pendekatan pendapatan didasarkan pada pendapatan bersih per tahun yang diterima atas pengusahaan properti. Pendapatan bersih tersebut dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu untuk mendapatkan nilai pasar wajar. Semakin tinggi pendapatan yang dapat dihasilkan oleh properti maka semakin tinggi pula nilai properti tersebut. Dengan kata lain, pendekatan ini digunakan untuk menilai properti yang menghasilkan pendapatan, seperti ruko, gudang, atau pusat perbelanjaan.
Kegiatan penilaian memiliki peran vital dalam perekonomian nasional. Penilai berjasa dalam menguji kelayakan usaha debitur dan agunan yang dijaminkan kepada pihak bank sebelum pemberian kredit disalurkan. Hal ini untuk memastikan kelancaran pembayaran dari debitur, sehingga tidak menimbulkan potensi kredit macet yang akan sangat merugikan pihak bank. Penilaian atas aset perusahaan juga sangat berperan dalam proses restrukturisasi perbankan serta proses penentuan keputusan merger atau akuisisi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, kegiatan penilaian berperan dalam proses inventarisasi harta kekayaan negara atau dalam hal penentuan nilai ganti rugi. Selain itu, kegiatan penilaian turut berperan dalam bidang perpajakan nasional sebagaimana diatur dalam SE-05/PJ/2020. Kegiatan penilaian ini dimaksudkan untuk mendukung penggalian potensi pajak dalam menghimpun penerimaan negara. Sebagaimana diketahui, pajak memegang porsi terbesar dalam sumber pembiayaan pengeluaran negara. Dengan demikian, optimalisasi peran penilaian akan berdampak positif dalam perekonomian Indonesia.
***
Referensi:
https://www.pertamina.com/id/news-room/news-release/pastikan-pembelian-lahan-sesuai-ketentuan-pertamina-lanjutkan-proyek-strategis-nasional-kilang-baru-tuban
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
PMK Nomor 228/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Tujuan Perpajakan