(Manis Fitriyah, Wakabid Sarinah DPK GMNI FISIPOL UINSA)
Berbicara mengenai kekerasan seksual tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita apalagi di telinga masyarakat Indonesia. Kekerasan seksual seringkali terjadi di lingkungan sekitar kita, sadar atau tidak sadar hal ini tentu saja sangat mengganggu ketenteraman masyarakat. Lantas sebenarnya apa sih pengertian dari Kekerasan Seksual itu sendiri? Menurut WHO atau Word health Organization, kekerasan seksual merupakan perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan dan terdapat unsur paksaan. Pelaku kekerasan seksual ini tidak terbatas oleh gender maupun usia, dengan kata lain siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual dan siapapun dapat menjadi korban kekerasan seksual.
Salah satu kasus kekerasaan seksual yang baru-baru ini terjadi adalah pencabulan dan pemerkosaan terhadap perempuan di bawah umur yang terjadi di Kota Malang, atau lebih tepatnya di sebuah panti asuhan yang berada di bilangan Jalan Teluk Grajakan, Kecamatan Blimbing. Korban yang merupakan perempuan berusia 13 tahun mendapatkan perlakuan kekerasan berupa pencabulan dan penganiayaan oleh 8 orang dewasa, yang salah satunya merupakan pelaku pemerkosaan terhadap korban. Dalam sebuah artikel dari kabarmalang.com (Wicaksana,22/11/2021) ditemukan bahwa korban mengalami penyiksaan yang sadis sedangkan para pelaku penyiksaan kegirangan ketika melakukan penganiayaan terhadap korban. Hal ini membangkitkan semangat Sarinah GMNI FISIPOL UINSA untuk menyuarakan lagi-lagi mengenai payung hukum yang sangat diperlukan untuk urgensi keselematan perempuan dan anak-anak terhadap adanya kekerasan seksual.
Munculnya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 atau PPKS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menaggulangi banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi utamanya pada tingkat sekolah dan Perguruan Tinggi. Adanya tim percepatan pengesahan RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) juga dinilai sebagai upaya pemerintah yang telah menyadari akan urgensi kebutuhan payung hukum yang memadai dan legal sebagai acuan dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang ada. Meskipun masih mendapati banyaknya pro dan kontra mengenai pengesahan kedua payung hukum tersebut diatas, akan tetapi masyarakat dan pemerintah harus mampu melihat bahwa setidaknya kita mampu untuk memberikan pijakan hukum bagi para korban yang mendapatkan kekerasan seksual dalam bentuk verbal maupun non verbal, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa saat ini Indonesia sangat minim hukum mengenai perlakuan tindakan kekerasan seksual.
Namun, selain adanya payung hukum yang ditetapkan di Indonesia, Sarinah GMNI FISIPOL UINSA menilai bahwa masyarakat harus bahu membahu untuk saling menyadarkan dan menumbuhkan keberanian untuk melawan tindakan kekerasan seksual, menumbuhkan kewarasan pada diri setiap masyarakat bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan tidak terpuji dan memiliki dampak berkepanjangan terhadap mental para korban.
Lantas mengenai kasus pencabulan dan penganiayaan yang terjadi di Kota Malang, dimana korban yang masih termasuk dalam kategori anak di bawah umur dengan usia yang masih 13 tahun akan mengalami dampak yang sangat berat bagi masa depannya. Trauma fisik dan psikis yang didapatkannya akan menimbulkan korban menjadi pribadi yang introvert dan kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan yang baru. Korban sangat perlu mendapatkan dukungan dan pendampingan secara intensif dari keluarga dan psikolog untuk memulihkan trauma yang dialaminya. Sedangkan pelaku yang tidak lain adalah orang-orang yang dikenal oleh korban pantas untuk mendapatkan sanksi atau hukuman yang setimpal atas perbuatannya yang jauh dari kata beradab. Sebagai seorang Sarinah, kami memberikan dukungan penuh kepada korban untuk dapat melawan trauma mental yang didapatkannya. Dan kami memberikan dukungan penuh kepada pihak yang berwenang untuk memberikan sanksi yang sepadan kepada pelaku terhadap apa yang telah dilakukannya.
Selain kasus yang terjadi di Kota Malang tersebut masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan seksual baru yang terjadi, seperti halnya kasus kekerasan seksual terhadap 42 mahasiswa yang terjadi di Unud, Kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Udayana yang terhitung sebanyak 29 kasus, Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Guru Besar UI, kasus pencabulan sebanyak 14 anak di Padang, dan masih banyak lagi. Hal ini tentu saja membuat kita akan semakin khawatir mengenai keselamatan diri kita utamanya perempuan yang seringkali dijadikan sebagai objek tindak kekerasan seksual.