Iklan

Banner Iklan Majalah Nusantara

11 ( Sebelas )!

Oleh : Ika Riskiany Amalia,S.Pd.SD
UPTD SDN DALPENANG 3 SAMPANG

Opini : Adakah perempuan yang menjadi  tanggguh tanpa air mata yang menguatkan?  Mataku terpejam tapi kaki ini trus kucoba melangkah meski ngontai tak terarah. Aku hanya mencoba menjalani semuanya mengikuti arah kemana langkah ini menuntun. “Ya....”meski terkadang hati ini mulai mengguman dengan sejuta pertanyaan yang sulit untuk aku jawab dan aku jabarkan. Kucoba menghempaskan butiran – butiran rasa yang sulit untuk aku jabarkan. Menyibukkan diri adalah salah satu obat untuk menghilangkan rasa takut, was- was bahkan khawatir. “Ya..... aku takut kehilangan dirinya!” 
Kupandangi sukulen yang berjajar manis di rak dekat pintu. Senang rasanya saat melihat mereka tumbuh padahal hanya 1cm tapi membuatku bahagianya meski hanya sesaat untuk menghibur diriku.  Aku yang terhipnotis mengamati indahnya bentuk sukulen tiba- tiba “ Maa...susu, Maa...susu” Suara itu adalah suara putra bungsuku yang membuatku menjadi wanita kuat dan tangguh dalam sekejap. Hidupku bagaikan donat kesukanya dengan toping sebagai ujian  yang menghiasi diatasnya, hingga rasanya menjadi lezat untuk diingat meskipun rasanya sakit untuk menerimanya.
Buyar lamunanku seketika saat suara lengkingan itu datang dan mendekat, memelukku, menciumku dan selalu mengatakan “ Aku sayang maaaa....”. Yang kuharapkan ia akan selalu bersamaku menemaniku sampai kelak aku tua, kan ku siapkan ragaku untuknya dan akan kupinta tiap perpanjangan waktuku untuknya disela –sela doa yang selalu aku pinta. Ragaku dan doaku akan selalu ada untukmu untuk menuntunmu saat kau terjatuh dan selalu menemanimu saat kau rapuh. “Yaaaa......”Oktober 2019 aku adalah seorang ibu dari anak yang tersuspect Retinablastoma. Seorang ibu yang pura- pura mampu menerima diagnosa untuk anak istimewa. 
Yang ingin aku lakukan adalah menyangkal tuduhan itu. Pelukkan dokter seakan tak mampu meredakan emosiku. Rasanya sakit saat menerima suspeck itu. Seribu pertanyaan datang silih berganti menuntut hati untuk menjawabnya. Yang terjadi adalah Perjalanan yang panjang dan menyakitkan kadang membawaku hingga ke level tingkat terendah dan  kemurungan yang paling bawah. Bahkan disela-sela tidurku sekalipun terbawa, ditengah malam, aku kadang terbangun dan menangisi kehidupan ini, dan bertanya mengapa, mengapa, dan mengapa? 
Hidup ini bagaikan....Nahkoda diri yang lepas Menjadikan perahu jiwa kandas saat dakwaan buas itu tidak terbantahkan, suspeck itu nyata dan nyata meskipun aku tidak berharap begitu. “ Ya....” aku tersetak bagaikan menabrak karang serasa tenggelam di lautan lepas sunyi sendiri, dalam pekat malam dan siang seakan tak tertolong jeritan kerasku, seakan usaha percuma yang tersisa hanya rangkaian ilusi yang menari-nari di hati dan kepalaku. Ada Janji yang akan terus kuperjuangkan menggapai ombak kesabaran dan untuk menaklukan dakwaan kanker untuknya. Perjuangan itu trus aku lalui dari hari kehari hingga yang ada keberanian yang mampu menemaniku. 
Dengan ketekatan bulat dan menyerahkan usahaku pada Tuhan. 11 November 2019 aku menyerah demi menyelamatkan awak kapal itu. Aku boleh menangis, marah, melamun tentang kehidupan ini, tapi aku tidak boleh menyerah untuk tetap memperjuangkanmu. Tanggal 11 November 2019 jam 11 adalah Tanggal, bulan dan jam yang cantik untuknya bukan piihanku saat proses pengangkatan mata sebelah kiri yang tersuspect dilaksanakan.  Seakan terancang khusus yang Tuhan pilih untukmu. Ya.......pada tanggal, bulan dan tahun itu adalah tata laksana operasi yang sempat gagal dibulan Oktober 2019.
Awak kapal yang berpenghuni itu adalah seorang anak laki- laki yang menjadi istimewa. 9 bulan ada dalam rahimku yang aku lahirkan dan aku besar dengan penuh kehati- hatian. November adalah bulan dimana ia lahirkan dan berharap bulan ini adalah hadiah terindah yang Allah berikan padanya. 11 November 2019 aku bertekuk lutut bahkan tunduk tak berakal  menuju ruang Operasi untuk mengangkat salah satu matanya. Disana hidup dan mati di pertaruhkan. Jam dinding menujukkan 10.45  kursi roda telah datang. Jantungku berdetak kencang, mulutku bersuara tanpa aku perintah untuk berbunyi dan bernada sama. Ku gendong dan ku peluk erat karena aku takut ia akan pergi selamanya di meja operasi. 
Zhafranku menangis ia takut karena ia akan duduk di kursi roda ia tidak mengerti apa yang akan terjadi meski dari mulut mungilnya sering dia berkata” Bu Susi ambil mata zhafran ngak pa-pa kok asal zhafran bisa hidup !” Bu dok Susy adalah ketua tim dokter yang akan mengangkat salah satu mata Zhafran. Beliau penyemangatku agar aku tetap kuat jalani ujian ini. Banyak tim dokter menitikkan air mata jika ia berkata tentang kepolosannya padahal aku tidak mengajarkannya. 
  Kau istimewa bagiku, pilihan Tuhan yang membuatku semakin takjub padamu. Tutur dan sudut pandangmu seakan mampu kuat menjalani hidup meski usiamu masih bocah. Sering ia utarakan saat pemeriksaan dilaksanakan “ Bu dok, jangan ambil mata mama dan ayah buat Zhafran jangan ya....biar nanti bisa bantu Zhafran kalau berjalan!” katanya. Karena kami mempunyai niat untuk mendonorkan mata kami, tapi itu sulit karena prosesnya lama yang diperhitungkan adalah sesegera mungkin memutuskan sel cancer itu berjalan menuju otak. 
Kepanikan hebat yang mengguncang ruang dadaku perih, terus aku paksa kakiku berjalan menuju ruang operasi lantai dasar. Ada harapan dan mimpi besar yang berandai- andai pada saat kaki ini melangkah. Akhirnya kami sampai di ruang operasi lantai dasar lif itu terbuka satpam dan petugas mengarahankan kami untuk mengganti baju operasi. Saat itu Zhafranku panik ia menangis karena takut. “ Hai pria kuatku kenapa menangis, anak hebatku! Ku puji dia seperti rayuan yang selalu ku lakukan saat ia ketakutan. Ku peluk dia dengan erat kubisikan “maaa akan selalu bersamamu nak!” ia berhenti menangis meski ku tau ia takut melihat orang disekiarnya menggunakan baju dengan kepala yang di tutup topi dengan model yang aneh. Detik demi detik semakin cepat Ayah dan Ibu sambungku diperintah agar menunggu diruang tunggu. Masih teringat saat itu Ayah menjerit menghepaskan butir-butir rasa takut kehilangan bungsuku. 
Brankar itu didorong menuju lif lantai 5, tangisnya semakin menjadi karena ayahnya dan nenek tidak boleh ikut. Hanya aku yang bisa menemaninya menuju lantai 5. Tuhan memang tidak pernah salah dalam menentukan semuanya. Ketakjupanku semakin menjadi saat ia lantunkan doa alfatehah untuk kelancaran operasi besar itu. 3tahun  10 bulan kau mampu dengan gagah hadapi ujian terberat yang membuatku seperti kehilangan arah. Bagiku waktu seakan ingin memusuhiku. Brankar yang berisi nahkoda kehidupanku sudah dididorong menuju ruang operasi. Aku bagaikan sebatang kayu yang terombang ambing dibawa arus. Aku menjerit saat melepas ikatan tangan mungilnya. Satu pesanku padanya yang ku bisikkan ditelinga mungilnya” Nak kau harus berjanji akan berjuang disana dan akan kembali kepadaku dengan selamat !”
Tubuh ringkih ini terjatuh melepaskan tangan mungil yang menggenggamku. Ku langkahkan kaki ini kembali menuju lantai dasar dengan sebuah mimpi dan harapan tentang kau disana. Waktu seakan lama berputar pelan perlahan tampak berputar menambah ketakutanku semakin menjadi. Aku bahkan tak percaya diri lagi bisa lolos bertahan dari ini. 8 atau 9 jam menunggu proses itu bukanlah hal yang mudah bagiku. Sabar ini ku dekap erat dengan doa menunggu keajaiban yang terjadi. Aku tau Engkau menyayangiku menjadikanku Ibu kuat untuk anak istimewa. 
Aku melihatnya lagi dengan selang disuruh tubuhnya berjejer bersama para pasiens di recovery room. Dari jauh mataku melihatnya, kakiku berlari sekencang mungkin ingin segera memeluk tubuh bongsornya. Mata kirinya telah diangkat ditutup perban seperti bajak laut. “hai nahkodaku....kau sudah mampu mengalahkan ombak itu !” sekarang mari berjuang bersamaku mengarungi hidup ini. Aku berjanji tidak akan berseru dan menggerutu saat merawatmu. Sedetik pun tak pernah berpaling dari janji saat ku ingin memperjuangkanmu. Aku tidak menyesali hadirnya meski kau tak sama seperti yang lain.
Aku beruntung memiliki kau. Karena kau adalah bukti dari sayangnya Tuhan padaku. Kaulah bentuk terindah dari baiknya Tuhan padaku. Sakit dan waktu tak mengusaikan bentuk ragamu. Kau nahkoda terhebat bagiku! Meski mimpi itu runtuh tapi akan ada mimpi- mimpi yang lain yang akan aku bangun untukmu. Kau harus menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahanmu dan berani menghadapi dirimu sendiri saat dalam ketakutan. Jadilah manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan. Kau tidak akan mengenal dengan kata putus asa dan kesulitan dalam tantangan hidup. Belajarlah untuk berdiri di tengah badai dengan kasih sayang Tuhan.......Nahkodaku! Doa teriring selalu untukmu MOH. ZHAFRAN FATHIR AL- AZZAMY. 
Previous Post Next Post

Iklan Atas Postingan

Iklan Bawah Postingan

Banner Iklan Majalah Nusantara