Surabaya-Terhitung sejak tanggal 10 juli 2017 pemerintah
mengeluarkan PERPPU no.2 tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan atau
ORMAS , pemerintah beralasan bahwa PERPPU ini diperlukan karena UU ORMAS
sebelumnya UU No 17 tahun 2013 dinilai tidak lagi memadai sebagai sarana untuk
mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945 ,
pemerintah juga menyatakan bahwasanya UU ORMAS tersebut tidak memberikan
keleluasaan kepada pemerintah berdasarkan asas "contrarius actus"
bahwa pemerintah sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan sebuah keputusan
administratif juga memiliki kewenangan untuk mencabut kembali putusan tersebut,
sehingga pemerintah tidak bisa langsung memberikan sanksi administratif kepada
ormas yang dinilai telah melakukan pelanggaran.
Menyikapi hal tersebut Dewan Pengurus Cabang Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia Surabaya menyelenggarakan kajian membahas tentang
lika-liku PERPPU ORMAS tersebut.
Dalam kajian yang dilaksanakan di Kantor DPC GMNI SURABAYA
itu, Joeni A kurniawan sebagai pemateri mengatakan bahwa masih banyaknya
kekurangan dalam PERPPU no 2 tahun 2017 khususnya dalam mekanisme dan prosedur
pemberian sanksi administratif berupa pencabutan status badan hukum pada ormas
yang melanggar ketentuan.
“Pemerintah terlalu tergesa-gesa dalam mengeluarkan PERPPU
tersebut, sehingga masih banyak kekurangan terlebih dalam hal pemberian sanksi administratif.”
Kata Joeni yang merupakan dosen sekaligus direktur pusat studi pluralisme hukum
universitas airlangga.
Rizal Haqiqi selaku Ketua DPC GMNI Surabaya menyatakan
sepakat dengan pemerintah dalam hal pemberantasan organisasi ekstrimis yang
mengancam keutuhan negara indonesia.
“kita perlu resisten terhadap sesuatu yang mengancam hak-hak
kemanusiaan atau HAM dengan cara yang memaksa dan harus ada proteksi dengan
mekanisme dan landasan hukum yang benar” ujar Rizal.
“bahwa hari ini terjadi krisis nasionalisme sehingga banyak
muncul ormas-ormas yang berusaha untuk menolak maupun mengesampingkan
pancasila, pancasila adalah landasan filosofis negara sebagai landasan
filosofis maka muatannya adalah nilai nilai yang ada di dalamnya , dan ketika
negara mengalami krisis nasionalisme maka pemerintah harus mengisi kembali arti
dari nasionalisme itu dengan memberikan kesejahteraan umum bagi setiap warga
negaranya agar identitas keindonesiaan lebih bermakna, kemudian paham
radikalisme yang bersifat fasis bisa ditangkal dengan sistem pendidikan yang
diperkaya dengan kajian-kajian yang memperkaya rasionalitas melalui sistem pendidikan
yang kritis.” Tambah pria yang sering disapa rizal ini. (h/z)